Kamis, 24 November 2011

analisis vegetasi

BAB I
PENDAHULUAN
1.1   Latar Belakang
Dalam mempelajari vegetasi , dibedakan antara studi floristic dengan analisis vegetasi. Pada studi floristic data yang diperoleh berupa data kualitatif, yaitu data yang menunjukan bagaimana habitus dan penyebaran suatu jenis tanaman. Sedangkan analisis vegetasi data yang diperoleh berupa data kualitatif dan kuantiatif. Data kuantitatif menyatakan jumlah , ukuran, berat kering , berat basah suatu jenis, frekuensi temuan dan luas daerah yang ditumbhinya. Data kuantitatif di dapat dari hasil penjabaran pengamatan petak contoh lapangan, sedangkan data kualitatif didapat dari hasil pengamatan dilapangan berdasarkan pengamatan yang luas.
Vegetasi merupakan masyarakat tumbuhan yang hidup di dalam suatu tempat dalam suatu ekosistem. Masyarakat tumbuhan ( komunitas ) adalah kumpulan populasi tumbuhan yang menempati suatu habitat.  Jadi pengertian komunitas identik dengan pengertian vegetasi. Bentuk vegetasi dapat terbentuk dari satu jenis komunitas atau disebut dengan konsosiasi seperti hutan vinus , padang alang-alang dan lain-lain. Sedangkan yang dibentuk dari macam-macam jenis komunitas disebut asosiasi seperti hutan hujan tropis, padang gembalaan dan lain-lain.
Dalam mengerjakan analisis vegetasi ada dua nilai yang diamati, yaitu nilai ekonomi dan nilai biologi. Nilai ekonomi suatu vegetasi dapat dilihat dari potensi vegetasi-vegetasi tersebut untuk mendatangkan devisa seperti vegetasi seperti vegetasi yang berupa pohon yang diambil kayunya atau vegetasi padang rumput yang dapat dijadikan padang penggembangan ternak dan lain-lain. Sedangkan dalam istilah biologi suatu vegetasi dapat dilihat peranan vegetasi tersebut., seperti vegetasi hutan yang dapat dijadiakan sumber pakan , relung, ekologi (tempat istirahat, bercengkrama, bermijah beberapa jenis hewan), pengatur iklim, pengatur tata aliran air dan indikator untuk beberapa unsur tanah dan lain-lain.
Dalam praktikum kali ini hanya menitik beratkan pada penggunaan analisis dengan menggunakan metode kuadran. Metode kuadran adalah salah satu metode yang tidak menggunakan petak contoh  (plotless) metode ini sangat baik untuk menduga komunitas yang berbentuk pohon dan tihang, contohnya vegetasi hutan. Apabila diameter tersebut lebih besar atau sama dengan 20 cm maka disebut pohon, dan jika diameter tersebut antara 10-20 cm maka disebut pole (tihang), dan jika tinggi pohon 2,5 m sampai diameter 10 cm disebut saling atau belta ( pancang ) dan mulai anakan sampai pohaon setinggi 2,5 meter disebut seedling
( anakan/semai ).
 Ada dua fase dalam kajian vegetasi ini, yaitu mendeskripsikan dan menganalisa, yang masing-masing menghasilkan berbagi konsep pendekatan yang berlainan. Metode manapun yang dipilih yang penting adalah harus disesuaikan dengan tujuan  kajian, luas atau sempitnya yang ingin diungkapkan, keahlian dalam bidang botani dari pelaksana (dalam hal ini adalah pengetahuan dalam sistimatik), dan variasi vegetasi secara alami itu sendiri (Webb, 1954).
Di Indonesia Perkembangan Penelitian Vegetasi sampai tahun 1980 telah dilaporkan oleh Kartawinata (1990), yang mengevaluasi pustaka yang ada mengenai Vegetasi dan ekologi tumbuhan di Indonesia, menunjukkan bahwa bidang ini belum banyak diteliti. Banyak dari informasi tentang ekologi tumbuhan dalam berbagai pustaka seperti seri buku Ekologi Indonesia (misalnya MacKinnon dkk., 1996 dan Whitten dkk.,1984) berdasarkan berbagai penelitian di Malaysia. Berbagai penelitian sebagian besar terfokus pada ekosistem hutan, terutama hutan pamah dipterokarp (lowland dipterocarp). Sebagian besar informasi untuk kawasan fitogeografi Malaysia (Brunei, Filipina, Indonesia, Malaysia, Papua New Guinea dan Timor Leste) telah disintesis oleh Whitmore (1984) dalam bukunya Tropical Rain Forests of the Far East. Data vegetasi biogeografi dan ekologi tentang Papua New Guinea (misalnya Paijmans, 1976; Gressitt, 1982; Johns, 1985, 1987a,b; Brouns, 1987; Grubb dan Stevens 1985) dapat diterapkan untuk Papua.
Para pakar ekologi memandang vegetasi sebagai salah satu komponen dari ekosistem, yang dapat menggambarkan pengaruh dari kondisi-kondisi faktor lingkungn dari sejarah dan pada fakkor-faktor itu mudah diukur dan nyata. Dengan demikian analisis vegetasi secara hati-hati dipakai sebagai alat untuk memperlihatkan informasi yang berguna tentang komponen-komponen lainnya dari suatu ekosistem.
Ada dua fase dalam kajian vegetasi ini, yaitu mendiskripsikan dan menganalisa, yang masing-masing menghasilkan berbagi konsep pendekatan yang berlainan. Metode manapun yang dipilih yang penting adalah harus disesuaikan dengan tujuan  kajian, luas atau sempitnya yang ingin diungkapkan, keahlian dalam bidang botani dari pelaksana (dalam hal ini adalah pengetahuan dalam sistimatik), dan variasi vegetasi secara alami itu sendiri (Webb, 1954).

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Metode Garis Menyinggung
            Metode garis merupakan suatu metode yang menggunakan cuplikan berupa garis. Penggunaan metode ini pada vegetasi hutan sangat bergantung pada kompleksitas hutan tersebut. Dalam hal ini, apabila vegetasi sederhana maka garis yang digunakan akan semakin pendek. Untuk hutan, biasanya panjang garis yang digunakan sekitar 50 m-100 m. sedangkan untuk vegetasi semak belukar, garis yang digunakan cukup 5 m-10 m. Apabila metode ini digunakan pada vegetasi yang lebih sederhana, maka garis yang digunakan cukup 1 m (Syafei, 1990).
            Pada metode garis ini, sistem analisis melalui variable-variabel kerapatan, kerimbunan, dan frekuensi yang selanjutnya menentukan INP (indeks nilai penting) yang akan digunakan untuk memberi nama sebuah vegetasi. Kerapatan dinyatakan sebagai jumlah individu sejenis yang terlewati oleh garis. Kerimbunan ditentukan berdasarkan panjang garis yang tertutup oleh individu tumbuhan, dan dapat merupakan presentase perbandingan panjang penutupan garis yang terlewat oleh individu tumbuhan terhadap garis yang dibuat (Syafei, 1990). Frekuensi diperoleh berdasarkan kekerapan suatu spesies yang ditemukan pada setiap garis yang disebar (Rohman, 2001).
2.3  Langkah-langkah dalam membuat Garis Menyinggung

  1. Membuat jalur-jalur transek yang dimulai dari titik-titik yang ditentukan secara acak, sistematik tetapi tidak didaerah ekoton.
  2. Jalu-jalur transek dibagi kedalam interval-interval.
  3. Individu yang tersinggung garis transek baik yang terletak di atas maupun di bawah garis merupakan jenis yang diamati & dicatat datanya.
  4. Data yang tercatat dari masing-masing jenis individu berupa pengukuran pengukuran panjang transek yang terpotong & lebar maksimum tajuk tumbuhan yang diproyeksikan kedalam transek
  5. Untuk individu yang tidak dikenal, harus diidentifikasi di labiraturium (spesimen harus diambil contohnya dan dibuat herbariumnya).
  6. Dari hasil pengamatan dapat disusun besaran Indeks Nilai Penting (INP) jenis-jenis di dalam komunitasnya
         untuk mendapatkan besaran INP dari setiap  jenis tumbuhan disajikan ke dalam :
  1. Jumlah individu yang terhitung (N)
  2. Jumlah panjang transek yang terpotong (I)
  3. Jumlah banyak interval yang diduduki oleh suatu jenis terhadap keseluruhan jumlah interval dalam penarikan,
  4. Jumlah kebalikan dari maksimum lebar penutupan tumbuhan terhadap jalur transek.


2.3 Analisis Vegetasi Floristika dan Non Floristika
Vegetasi didefinisikan sebagai mosaik komunitas tumbuhan dalam lansekap dan vegetasi alami diartikan sebagai vegetasi yang terdapat dalam lansekep yang belum dipengaruhi oleh manusia (Kuchler, 1967). Ilmu vegetasi sudah dimulai hampir tiga abad yang lalu. Mula-mula kegiatan utama yang dilakukan lebih diarahkan pada deskripsi dari tentang alam dan vegetasinya. Dalam abad ke XX usaha-usaha diarahkan untuk menyederhanakan deskripsi dari vegetasi dengan tujuan untuk untuk meningkatkan keakuratan dan untuk mendapatkan standart dasar dalam evaluasi secara kuantitaif. Berbagai metode analisis vegetasi dikembangkan, dengan penjabaran data secara detail melalui cara coding dan tabulasi.
Berbagai metode yang digemari dan banyak diterima oleh banyak pakar adalah dari Raun kiaer (1913, 1918), Clements (1905, 1916), Du Rietz (1921, 1930), Braun (1915), dan Braun Bienquet (1928). Deskripsi umum dari vegetasi dan komunitas tumbuhan melalui bentuk hidup dan species dominan adalah tekanan pada zaman yang telah lalu.
            Indonesia membentang sepanjang lebih dari 5000 km dari barat sampai ke timur dan luasan lahannya mencakup anekaragam Vegetasi lahan kering dan rawa. Penelaahan biologi, termasuk penelitian Vegetasi di Indonesia belum terlalu banyak, baru kulitnya saja, meskipun telah dimulai sejak permulaan abad ke-18. Uraian sejarah penelitian yang dilaksanakan sebelum tahun 1945 disarikan dalam buku Science and Scientists in Netherlands Indies (Honig and Verdoorn, 1945) dan kemudian Chronica Naturae, volume 106 (6) pada 1950. Penelitian Vegetasi dan ekologi, termasuk ekologi tumbuhan, terutama menyangkut eksplorasi flora dan fauna serta inventarisasi, pertelaan berdasarkan pengamatan visual, peri kehidupan, dan sampai tingkat tertentu faktor ekologi. Banyak hasil penelitian ini diterbitkan dalam jurnal ilmiah yang terbit di Indonesia, antara lain Tropische Natuur, Natuurkundig Tijdschrift voor Nederlandsch Indie, Treubia, Bulletin du Jardin Botanique de Buitenzorg, dan Annales du Jardin Botanique de Buitenzorg
            Di Indonesia Perkembangan penelitian Vegetasi sampai tahun 1980 telah dilaporkan oleh Kartawinata (1990), yang mengevaluasi pustaka yang ada mengenai Vegetasi dan ekologi tumbuhan di Indonesia, menunjukkan bahwa bidang ini belum banyak diteliti. Banyak dari informasi tentang ekologi tumbuhan dalam berbagai pustaka seperti serie buku Ekologi Indonesia (misalnya MacKinnon dkk., 1996 dan Whitten dkk.,1984) berdasarkan berbagai penelitian di Malaysia. Berbagai penelitian sebagian besar terfokus pada ekosistem hutan, terutama hutan pamah dipterokarp (lowland dipterocarp). Sebagian besar informasi untuk kawasan fitogeografi Malesia (Brunei, Filipina, Indonesia, Malaysia, Papua New Guinea dan Timor Leste) telah disintesis oleh Whitmore (1984) dalam bukunya Tropical Rain Forests of the Far East. Data vegetasi biogeografi dan ekologi tentang Papua New Guinea (misalnya Paijmans, 1976; Gressitt, 1982; Johns, 1985, 1987a,b; Brouns, 1987; Grubb dan Stevens 1985) dapat diterapkan untuk Papua.

Analisis vegetasi
            Para pakar ekologi memandang vegetasi sebagai salah satu komponen dari ekosistem, yang dapat menggambarkan pengaruh dari kondisi-kondisi faktor lingkungn dari sejarah dan pada faktor-faktor itu mudah diukur dan nyata. Dengan demikian analisis vegetasi secara hati-hati dipakai sebagai alat untuk memperlihatkan informasi yang berguna tentang komponen-komponen lainnya dari suatu ekosistem.
            Ada dua fase dalam kajian vegetasi ini, yaitu mendiskripsikan dan menganalisa, yang masing-masing menghasilkan berbagi konsep pendekatan yang berlainan.
            Metode manapun yang dipilih yang penting adalah harus disesuaikan dengan tujuan  kajian, luas atau sempitnya yang ingin diungkapkan, keahlian dalam bidang botani dari pelaksana (dalam hal ini adalah pengetahuan dalam sistimatik), dan variasi vegetasi secara alami itu sendiri (Webb, 1954).
            Pakar ekologi dalam pengetahuan yang memadai tentang sistematik tumbuhan berkecenderungan untuk melakukan pendekatan sacara floristika dalam mengungkapkan suatu vegetasi, yaitu berupa komposisi dan struktur tumbuhan pembentuk vegetasi tersebut.
            Pendekatan kajianpun sangat tergantung kepada permasalahan apakah bersifat autekologi atau sinetologi, dan juga apakah menyangkut masalah produktivitas atau hubungan sebab akibat.
Pakar autelogi biasanya memerlukan pengetahuan tentang kekerapan atau penampakan dari suatu species tumbuhan, sedangkan pakar sinetologi berkepentingan dengan komunitas yaitu problema yang dihadapi sehubungan dengan keterkaitan antara alam dengan variasi vegetasi. Pakar ekologi produktivitas memerlukan data tentang berat kering dan kandungan kalori yang dalam melakukannya sangat menyita waktu dan juga bersifat destruktif.
            Deskripsi vegetasi juga memerlukan bagian yang integral dengan kegiatan survey sumber daya alam, misalnya sehubungan dengan investarisasi kayu untuk balok dihutan,dan menelaah kapasitas tamping suatu lahan untuk satu tujuan ternak atau penggembalaan.pakar, tanah, dan sedikit banyak pakar geologi dan pakar iklim tertarik dengan vegetasi sebagai ekspresi dari faktor – faktor yang mereka pelajari.
            Kehutanan memerlukan penelaahan tentang komposisi spesies tumbuhan sebagai penunjuk (indikator) potensi dari tapak sebagai bahan bantu dalam menentukan jenis kayu yang ditanam.
            Dalam mendeskripsikan suatu vegetasi haruslah dimulai dari suatu titik pandang bahwa vegetasi merupakan suatu pengelompokan dari tumbuh–tumbuhan yang hidup bersama dialam suatu tempat tertentu yang mungkin dikarakterisasi baik oleh spesies sebagai komponennya, maupun oleh kombinasi dari struktur dan fungsi sifat–sifatnya yang mengkarekterisasi gambaran vegetasi secara umum atau fisiognomi.
            Metode dengan pendekatan secara fisiognomi tidak memerlukan identifikasi dari species dan sering lebih berarti hasilnya untuk gambaran vegetasi dengan skala kecil (area yang luas), atau untuk gambaran habitat bagi disiplin ilmu lainnya. misalnya pakar hewan menghendaki deskripsi vegetasi yang dapat dipakai untuk menggambarkan relung atau niche, habitat dan sumber pakan untuk hewan.
Metode berdasarkan komposisi atau floristika species lebih bermanfaat untuk menggambarkan vegetasi dengan skala besar (area yang sempit)yang lebih detail,yang biasannya dipergunakan oleh pakar di Eropa daratan dalam klasifikasi vegetasi dan pemetaan pada skala yang besar dan sangat rinci.
Beberapa metode analisis vegetasi
            Dalam ilmu vegetasi telah dikembangkan berbagai metode untuk menganalisis suatu vegetasi yang sangat membantu dalam mendekripsikan suatu vegetasi sesuai dengan tujuannya. Dalam hal ini suatu metodologi sangat berkembang dengan pesat seiring dengan kemajuan dalam bidang-bidang pengetahuan lainnya, tetapi tetap harus diperhitungkan berbagai kendala yang ada (Syafei, 1990).
Metodologi-metodologi yang umum dan sangat efektif serta efisien jika digunakan untuk penelitian, yaitu metode kuadrat, metode garis, metode tanpa plot dan metode kwarter. Akan tetapi dalam praktikum kali ini hanya menitik beratkan pada penggunaan analisis dengan metode garis dan metode intersepsi titik (metode tanpa plot) (Syafei, 1990).
            Metode garis merupakan suatu metode yang menggunakan cuplikan berupa garis. Penggunaan metode ini pada vegetasi hutan sangat bergantung pada kompleksitas hutan tersebut. Dalam hal ini, apabila vegetasi sederhana maka garis yang digunakan akan semakin pendek. Untuk hutan, biasanya panjang garis yang digunakan sekitar 50 m-100 m. sedangkan untuk vegetasi semak belukar, garis yang digunakan cukup 5 m-10 m. Apabila metode ini digunakan pada vegetasi yang lebih sederhana, maka garis yang digunakan cukup 1 m (Syafei, 1990).
            Pada metode garis ini, system analisis melalui variable-variabel kerapatan, kerimbunan, dan frekuensi yang selanjutnya menentukan INP (indeks nilai penting) yang akan digunakan untuk memberi nama sebuah vegetasi. Kerapatan dinyatakan sebagai jumlah individu sejenis yang terlewati oleh garis. Kerimbunan ditentukan berdasar panjang garis yang tertutup oleh individu tumbuhan, dan dapat merupakan prosentase perbandingan panjang penutupan garis yang terlewat oleh individu tumbuhan terhadap garis yang dibuat (Syafei, 1990). Frekuensi diperoleh berdasarkan kekerapan suatu spesies yang ditemukan pada setiap garis yang disebar (Rohman, 2001).
            Sedangkan metode intersepsi titik merupakan suatu metode analisis vegetasi dengan menggunakan cuplikan berupa titik. Pada metode ini tumbuhan yang dapat dianalisis hanya satu tumbuhan yang benar-benar terletak pada titik-titik yang disebar atau yang diproyeksikan mengenai titik-titik tersebut. Dalam menggunakan metode ini variable-variabel yang digunakan adalah kerapatan, dominansi, dan frekuensi (Rohman, 2001).
            Selain menggunakan kedua metode di atas namun, secara garis besar metode analisis dalam ilmu vegetasi dapat dikelompokkan dalam dua perbedaan yang prinsip, yaitu:
a.    Metode diskripsi dan
b.    Metode non diskripsi
Metode destruktif
            Metode ini biasanya dilakukan untuk memahami jumlah materi organik yang dapat dihasilkan oleh suatu komunitas tumbuhan. Variabel yang dipakai bisa diproduktivitas primer, maupun biomasa. Dengan demikian dalam pendekatan selalu harus dilakukan penuain atau berarti melakukan perusakan terhadap vegetasi tersebut.
            Metode ini umumnya dilakukan untu bentuk bentuk vegetasi yang sederhana, dengan ukuran luas pencuplikan antara satu meter persegi sampai lima meter persegi. Penimbangan bisa didasarkan pada berat segar materi hidup atau berat keringnya.
            Metode ini sangant membantu dalam menentukan kualitas suatu padang rumput denan usaha pencairan lahan penggembalaan dan sekaligus menentukan kapasitas tampungnya. Pendekatan yang terbaik untuk metode ini adalah secara floristika, yaitu didasarkan pada pengetahuan taksonomi tumbuhan.
Metode non-destruktif
            Metode ini dapat dilakukan dengan dua cara pendekatan, yaitu berdasarkan penelaah anorganisme hidup / tumbuhan tidak didasarkan pada taksonominya, sehingga dikenal dengan pendekatan lainnya adalah didasarkan pada penelaahan organisma tumbuhan secara taksonomi atau pendekatan floristika.
Metode non-destruktif, non-floristika
            Metode non-floristiaka tealah dikembangkan oleh banyak pakar vegetasi. Seperti Du Rietz (1931), Raunkiaer (1934), dan Dansereau (1951). Yang kemudian diekspresikan oleh Eiten (1968) dan Unesco (1973). Dansereau membagi dunia tumbuhan berdasarkan berbagai hal, yaitu bentuk hidup, ukuran, fungsi daun, bentuk dan ukuran daun, tekstur daun, dan penutupan. Untuk setiap karakteristika dibagi-bagi lagi dalam sifat yang kebih rinci, yang pengungkapannya dinyatakan dalam bentuk simbol huruf dan gambar.
            Bentuk Hidup Metode ini, klasifikasi bentuk vegetasi, biasanya dipergunakan dalam  pembuatan peta vegetasi dengan skala kecil sampai sedang, dengan tujuan untuk menggambarkan penyebaran vegetasi berdasarkan penutupannya, dan juga masukan bagi disiplin ilmu yang lainnya (Syafei,1990).
2.4   Parameter yang digunakan dalam Metode Garis Menyinggung
Kerapatan, ditentukan berdasarkan jumlah individu suatu populasijenis tumbuhan di dalam area tersebut. Kerimbunan ditentukan berdasarkan penutupan daerah cuplikan oleh populasi jenis tumbuhan. Dalam praktikum ini, khusus untuk variabel kerapatan dan kerimbunan, cara perhitungan yang dipakai dalam metode kuadrat adalah berdasarkan kelas kerapatan dan kelas kerimbunan yang ditulis oleh Braun Blanquet (1964). Sedangkan frekuensi ditentukan berdasarkan kekerapan dari jenis tumbuhan dijumpai dalam sejumlah area sampel (n) dibandingkan dengan seluruh total area sampel yang dibuat (N), biasanya dalam persen (%).


Frekuensi adalah nilai besaran yang menyatakan derajat penyebaran jenis didalam komunitasnya. Angka ini diperoleh dengan melihat perbandingan jumlah dari petak-petak yang diduduki suatu jenis terhadap keseluruhan petak yang diambil sebagai petak contoh di dalam melakukan analisis vegetasi. Frekuensi dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti luas petak contoh, penyebaran tumbuhan dan ukuran jenis tumbuhan.
   
                                                      
   
Dominansi adalah besaran yang digunakan untuk menyatakan derajat penguasaan ruang atau tempat tumbuh , berapa luas areal yang ditumbuhi oleh sejenis tumbuhan atau kemampuan suatu jenis tumbuhan untuk bersaing tehadap jenis lainnya. Dalam pengukuran dominansi dapat digunakan proses kelindungan ( penutup tajuk ), luas basal area , biomassa, atau volume.
H:\b.jpg

Indeks Nilai Penting (INP) adalahBesaran yang menunjukkan kedudukan suatu jenis lain di dalam suatu komunitas.
           


Dengan analisis vegetasi dapat diperoleh informasi kuantitatif tentang struktur dan komposisi suatu komunitas tumbuhan. Berdasarkan tujuan pendugaan kuantitatif komunitas vegetasi dikelompokkan  vegetasi, iklim dan tanah berhubungan erat dan pada tiap-tiap tempat mempunyai keseimbangan yang spesifik. Dalam ilmu vegetasi telah dikembangkan berbagai metode untuk menganalisis suatu vegetasi yang sangat membantu dalam mendekripsikan suatu vegetasi sesuai dengan tujuannya. Dalam hal ini suatu metodologi sangat berkembang dengan pesat seiring dengan kemajuan dalam bidang-bidang pengetahuan lainnya, tetapi tetap harus diperhitungkan berbagai kendala yang ada (Anonim. 2009).
            Dalam penghitungan penutupan tajuk ini, barisannya dilakukan dengan cara mengukur luasan tajuk untuk tiap jenis yang terdapat dalam petak contoh, kemudian dicari domonansi relatifnya. Selanjutnya proses penutupan tajuk dapat diukur proyeksi tajuk tanah. biomassa adalah ukuran untuk menyatakan berat suatu tumbuhan. Sedangkan volume dapat dihitung dari rata-rata luas basal area x tinggi tumbuhan bebas cabang x faktor koleksi pohon.
            Metode garis menyinggung mudah dan lebih cepat digunakan untuk mengetahui komposisi, dominansi pohon dan menaksir volumenya. Metode ini mudah dan lebih cepat digunanakan untuk mengetahui komposisi, dominasi pohon dan menaksir volumenya. Metode ini sering sekali disebut juga dengan plot less method karena tidak membutuhkan plot dengan ukuran tertentu, area cuplikan hanya berupa garis.  Metode ini cocok digunakan pada individu yang hidup tersebar sehingga untuk melakukan analisa dengan melakukan perhitungan satu persatu akan membutuhkan waktu yang sangat lama, biasanya metode ini digunakan untuk vegetasi berbentuk hutan atau vegetasi kompleks lainnya. Beberapa sifat yang terdapat pada individu tumbuhan dalam membentuk populasinya, dimana sifat–sifatnya bila dianalisa akan menolong dalam menentukan struktur komunitas.
            Untuk memperoleh informasi vegetasi secara obyektif digunakan metode ordinasi dengan menderetkan contoh-contoh (releve) berdasar koefisien ketidaksamaan (Marsono, 1987). Variasi dalam releve merupakan dasar untuk mencari pola vegetasinya. Dengan ordinasi diperoleh releve vegetasi dalam bentuk model geometrik yang sedemikian rupa sehingga releve yang paling serupa mendasarkan komposisi spesies beserta kelimpahannya akan rnempunyai posisi yang saling berdekatan, sedangkan releve yang berbeda akan saling berjauhan. Ordinasi dapat pula digunakan untuk menghubungkan pola sebaran jenis jenis dengan perubahan faktor lingkungan.
           







BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
1. Metode garis merupakan suatu metode yang menggunakan cuplikan berupa garis. Penggunaan metode ini pada vegetasi hutan sangat bergantung pada kompleksitas hutan tersebut. Dalam hal ini, apabila vegetasi sederhana maka garis yang digunakan akan semakin pendek.
2. Frekuensi  digunakan untuk menyatakan proporsi antara jumlah sampel yang berisi suatu spesies tertentu terhadap jumlah total sampel.
3. Luas  penutupan digunakan  untuk proporsi antara  luas tempat  yang ditutupi oleh spesies tumbuhan dengan luas total habitat.
4. Indeks nilai penting digunakan sebagai  parameter kuantitatif yang dapat dipakai  untuk  menyatakan  tingkat  dominansi   spesies  dalam  suatu komunitas tumbuhan.
5.  Analisa vegetasi dilakukan untuk mengetahui variasi yang ada pada suatu ekositem/area.
6. Pada metode garis ini, sistem analisis melalui variable-variabel kerapatan, kerimbunan, dan frekuensi yang selanjutnya menentukan INP (indeks nilai penting) yang akan digunakan untuk memberi nama sebuah vegetasi.
7.  Kerapatan dinyatakan sebagai jumlah individu sejenis yang terlewati oleh garis.
8.  Kerimbunan ditentukan berdasarkan panjang garis yang tertutup oleh individu tumbuhan, dan dapat merupakan presentase perbandingan panjang penutupan garis yang terlewat oleh individu tumbuhan terhadap garis yang dibuat.
9. Frekuensi diperoleh berdasarkan kekerapan suatu spesies yang ditemukan pada setiap garis yang disebar.
10. Metode ini sering sekali disebut juga dengan plot less method karena tidak membutuhkan plot dengan ukuran tertentu, area cuplikan hanya berupa garis. 
11. Metode ini cocok digunakan pada individu yang hidup tersebar sehingga untuk melakukan analisa dengan melakukan perhitungan satu persatu akan membutuhkan waktu yang sangat lama, biasanya metode ini digunakan untuk vegetasi berbentuk hutan atau vegetasi kompleks lainnya.


DAFTAR PUSTAKA

Jumin, Hasan Basri. 1992. Ekologi Tanaman. Rajawali Press: Jakarta
Michael, M. 1992. Ekologi Umum. Jakarta: Universitas Indonesia
Naughhton. 1973. Ekologi Umum edisi Ke 2. Yogyakarta: UGM Press
Polunin, N. 1990. Ilmu Lingkungan dan Ekologi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
Rahardjanto, Abdulkadir.  2001.  Ekologi Umum. Malang: Umm Press

Rohman, Fatchur dan I Wayan Sumberartha.  2001.  Petunjuk Praktikum Ekologi Tumbuhan.     
            Malang: JICA

Syafei, Eden Surasana. 1990.  Pengantar Ekologi Tumbuhan. Bandung: ITB

Swanarmo, H, dkk. 1996. Pengantar Ilmu Lingkungan. Malang: Universitas Muhammadyah

Wolf, Larry dan S.J McNaughton. 1990.  Ekologi Umum. Yogyakarta:  UGM Press



Tidak ada komentar:

Posting Komentar